Untuk membakar lemak yang tertumpuk selama sepekan, aku meluangkan waktu untuk
jogging, dan hari ini, minggu, seperti biasa aku bangun pada pukul 04:00. Aku
sudah merencanakan untuk lari pagi di gelanggang Nani Wartabone Kota Gorontalo,
tempat ini menjadi tempat favoritku dibanding lapangan Taruna Remaja yang berjarak
kurang lebih 5 Km dari tempat tinggalku. Sebelum menuju gelanggang, aku
menyiram kopi susu andalanku untuk kuseruput pelan pelan sembari menunggu
panggilan tuhan berakhir (Adzan), sebenarnya aku juga malu pada tuhan, kenapa
aku mengabaikan panggilannya, tapi yasudahlah , aku lagi tak ingin membahas
soal keimanan dan konsep dasar beragama.
kuseruput kopi hitamku yang sedikit terasa pekat ini pelan-pelan,
kunikmati setiap tetesan yang melewati rongga-rongga tenggorokanku, kadang aku
suka menekan langit langit mulutku dengan lidah sambil menelan ludah, beberapa
kali ku ulangi hal yang sama sampai gelasnya kosong dan hanya ada bekas hitam
kecoklatan.
Habisnya kopi pekat susu ini menandakan aku harus bangkit dari posisi
wenakku, saat itu kegelapan mulai terpinggirkan oleh atom atom cahaya yang
memasuki atmosfer semesta. Aku memakai sepatu-jaket-headset dan langsung
menghidupkan kendraan roda duaku, aku biarkan kendaraan yang sudah 4 tahun
bersamaku ini sedikit menanaskan dirinya sebelum aku tunggangi, karena layaknya
manusia, untuk banyak beraktivitas dia juga butuh pemanasan.
Dua menit berakhir, aku meremas gas kendraanku dan Breeeeeem, aku lepas
landas. Jarak gelanggang dari tempat tinggalku sekitar 2 Km, dan dalam
perjalanan aku memandangi langit pagi itu dan “Wey, Kinapa ba Blur bagini
langit ?”, pertanyaan pertamaku terlontar. Dalam perjalanan tak henti-hentinya
aku memandangi langit kala itu, beberapa jawaban di berikan oleh otakku untuk
menjawab pertanyaan yang dibuatnya sendiri. “Ini kan masih pagi, jadi mungkin
ini kabut !”, kucoba tuk berpikir positif.
Kemudian aku mencoba menghirup udaranya, berharap menemukan bau
pembakaran untuk membuktikan spekulasiku bahwa jangan-jangan ini kabut asap
pembakaran hutan. Aku mulai memikirkan beberapa hal saat mengendarai sepeda
motorku, aku mulai terpikir sama kabut asap Kalimantan, aku mulai membayangkan
bagaimana jika kabut asap disana ingin menjajah Gorontalo juga. Lalu kemudian
aku mulai teringat salah satu status yang kubaca pada dua hari yang lalu,
status yang di tulis di laman facebook tentang ketakutan seorang ibu jika
Gorontalo dijajah kabut asap seperti Kalimantan.
“Berpikir keras bila Gorontalo
bernasib sama dengan Kalimantan dan Sumatera, kami harus mengungsi ke mana?
Jalur penerbangan ditutup, naik kapal sama saja.Kalau kami panik, bagaimana
dengan mereka di sana? Pasrah?. Gorontalo sedang diberi waktu untuk belajar,
jangan sampai perusahaan sawit yang masuk bertambah. Api sudah menjalar ke
hutan-hutan lindung, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Hutan Nantu.
Dunia riuh karena satu planet sedang mengamuk.”
Seperti halnya Ibu itu, Aku juga sebenarnya takut jika hal yang terjadi
disana (Kalimantan) terjadi juga disini (Gorontalo). Entah akan bagaimana
keadaan kita kalo itu terjadi kawan-kawan, untuk itu, aku selaku orang biasa
yang tak punya apa-apa dan sama sekali tak punya kedudukan penting, memohon
kepada kalian untuk tidak membakar hutan, melarang jika melihat dan memadamkan
jika merasa berkewajiban.
Jangan b’bakar bakar lagi wuaa,,
Foto Ilustrasi Kabut asap
Foto Ilustrasi Kabut asap